Jodoh? Aku tak tahu jelas tentang itu. Hanya satu yang pasti, bahwa ia adalah misteri. Misteri yang Pasti. Nah, apa pulak itu?! Ya, jodoh itu adalah misteri yang telah dipastikan oleh Sang Pemilik Hati, bahwa ia adalah satu dari empat hal yang telah dituliskan atas tiap-tiap insan bahkan sebelum tangisan pertamanya rilis di dunia ini.
flickrdotkom |
Namanya Faishal. Awalnya, nama anak inilah yang paling terakhir tercatat dengan baik di ingatan jangka panjangku, padahal wajah dengan senyum manisnya yang meluluhkan hati itu, seringkali menyingkirkan wajah-wajah teman sekelasnya yang lain, masyaa Allah. Matanya menyipit, pupil matanya mengecil, lalu terbitlah senyuman paling bebas di kelas itu, yang kutafsirkan sebagai senyum paling tulus dan lepas. Rambutnya ikal, potongan cepak, perawakannya seperti kebanyakan anak seusianya.
"Ustadzah..., kalo capek menulis..., istirahat dulu..., tangan diginiin dulu (menggerak-gerakkan jari-jari tangannya)...? Nanti kalo nda capek lagi, menulis lagi...?!" Suaranya terdengar renyah dan manja di telingaku, selalu berhasil membuatku menoleh dan memperhatikan baik-baik ucapannya, lalu kujawab pertanyaannya yang lebih mirip penjelasan itu dengan senyuman dan anggukan. Dia akan mengatakan hal yang sama pada teman-teman di dekatnya, terlebih jika mendengar seorang siswa mengeluh atau menolak menulis.
Bismillah.
Menulislah..., tuliskan apa yang kau pikir dan kau rasa, antarkan sebagian sesak itu dari dada, hingga mengalir keluar ke ujung pena.
Menulislah..., bukan semata agar mereka membaca, bukan pula untuk mencari nama apalagi cari muka, salah jika kau menulis agar hidup selamanya di hati manusia, apa kau hendak membuat murka Sang Penguasa...?!
Menulislah, dan teruslah menulis..., pulihkan duka jiwa dengannya, bagikan cerita yang membangunkan kesadaran, yang menjaga api harapan tetap nyala.
***
Kita, manusia, adalah makhluk pelupa dan banyak keluh-kesahnya. Lupa asal sejatinya yang tak lebih dari saripati tanah. Lupa bagaimana bermula, yakni dari setetes mani yang berubah nutfah. Lupa jika dulunya hanya sebentuk gumpalan daging yang tak bernama. Atau mungkin karena saat itu memang belum dibekali dengan ingatan, yang andai Al-Qur'an tak mengabarkan dan mengingatkan, tak seorang pun tahu bagaimana kejadian penciptaannya. Tak seorang pun tahu tujuan ia diciptakan. Lalu pengetahuannya hanya sebatas dunia yang dihuninya.
filckrdotkom |
Majelis telah bubar. Sebagian besar akhwat telah bergegas meninggalkan ruangan, sebagiannya lagi menunggu jemputan, sisanya menunggu waktu shalat Dhuhur tiba sebelum melanjutkan agenda berikutnya. Aku diantara yang tersisa itu, menunggu kak Pat bersiap temenin cari makan siang di luar, sembari menahan gejolak perut yang sedari tadi keroncongan*eh.
Dengan pose yang tak nyaman aku duduk lemas di atas karpet, menumpukan kedua tangan ke belakang, di hadapanku seorang balita terbaring lelap.
"Anaknya yang satu mana, Nur...?" tanyaku pada sang ibu yang sepertinya menunggu jemputan juga.
"Di rumah mertua, Kak..."jawab wanita muda yang kira-kira usianya terpaut setahun dibawahku.
Lalu mengalirlah obrolan ringan diantara kami, nyerempet-nyerempet ke soal anaknya yang rewel-lah, capeknya di malam hari usai beraktivitas fullday, soal ibuku pasca operasi kanker, terus soal mamanya yang juga pernah menjalani operasi serupa. Kemoterapi dan teman-temannya.
"Waktu itu..., kita kan masih anak-anak ya Kak, belum ngerti semua itu..."
Ada getar yang tak biasa dalam nada bicaranya, saat mengisahkan bagaimana ia menemani sang ibu berobat rutin ke rumkit provinsi. Saat itu dia masih SMA dan lagi sibuk-sibuknyaa ujian.
"Kadang saya suka ngeluh ke mama..., aduh kalo temenin mama terus ke rumah sakit..., bisa-bisa saya nggak ikut ujian..."
Tahun-tahun berlalu, meninggalkan serangkaian cerita di masa lalu. Diantaranya..., sepenggalan kisah yang selalu manis untuk dikenang. Dan kali ini, aku ingin mengenang semangat sang jiwa muda yang penuh gairah di awal hijrahnya.
Tarbiyah, Tahsin (belajar tajwid), dan Ta'lim..., adalah 3T yang menjadi rutinitas pekanannya. Ta'lim pun tak cukup satu, ada banyak ta'lim pekanan yang tersebar di kota 'Serambi Madinah' itu. Bisa milih sesuka hati, entah di kampus sendiri atau kampus tetangga. Menghadiri hingga tiga ta'lim dalam sepekan masih termasuk hitungan yang wajar.
Tak cukup dengan aktivitas menuntut ilmu dunia (baca: kuliah) dan akhirat (3T) tersebut, agendanya pun padat dengan tugas sebagai aktivis kampus, tujuannya berbagi ilmu agama, setidaknya mengambil peran sebagai perantara dan penyedia sarana lewat kajian pekanan yang menghadirkan pemateri dari kalangan senior dengan mahasiswi kampus sebagai sasarannya.
filckrdotkom |
Masih ingatkah engkau...? masa kecil dahulu... yang berhujan mimpi-mimpi indah tentang esok hari. Kita namai dengan "Harapan di Masa Depan".
Hey..., mengapa tak diberi judul "Cita-citaku..." saja...? Bukankah kata-kata itu yang lumrah kita ucapkan dulu...?!
Tidak. Cita-cita adalah sebutan untuk sebuah profesi, hanya tentang bagaimana kita akan 'menjadi'. Itu baru segelintir atau sebagian dari mimpi-mimpi besar kita. Mimpi yang indah dan mewah, benak kecil kita membayangkan mudahnya saja, sama sekali belum menyangka dinamikanya yang tak terduga untuk mewujudkannya.
Jadi, apa saja mimpi-mimpi indahmu dulu, Kawan...?
Mungkin tak akan sama. Tergantung bagaimana kehidupan kecil itu kita lalui dulu. Apa yang kurang atau tidak kita dapatkan waktu itu, kemungkinan besar akan teregistrasi dalam list mimpi kita, dengan sistem otomatisasi di otak masing-masing (haahh..!).
Ada kejadian apa hari ini...? Tadi pagi ada berita kematian salah satu saudari seiman yang tidak begitu kukenal. Isteri salah seorang ustadz di Makassar. Ucapan belasungkawa jadi timeline di akun FB dan grup online. Aku hanya kenal rumah ibunya, yang menjadi salah satu basecamp untuk majelis ilmu. Sang ibu menyediakan satu ruangan terpisah di depan rumahnya, tempat berkumpulnya muslimah yang hendak belajar ilmu tajwid.
...
Selepas magrib, tetangga datang menyampaikan berita jelang pernikahan. Besok pagi, ada acara serah uang pa'nai. Anak gadis yang baru masuk SMA itu yang akan menikah.
"Dia langkahi kedua kakaknya..." gumam ayah sambil melanjutkan makan malamnya. Kakak sulungnya tahun ini selesai kuliah, kakak keduanya sementara kuliah, keduanya gadis lajang juga. Hm...
"Cepatki datang jodohnya..." sahut tantenya, mungkin menjawab keherananku yang ketahuan juga, saat aku bertanya, apakah yang dia maksud adalah anak gadis yang masih sekolah itu.
"Bagus malah bu..." kilahku. Tak lupa senyum.
flickrdotcom |
Pfhfhfh...........!!!??$#%^&*(((-
Hari ini mungkin sangat melelahkan. Hembuskan kuat-kuat sesak itu dari dalam dada, biar lebih lega. Ahaha..., ini tentang apa....? ^_^
Lelah. Tentang kata itu dan makna yang menyertainya. Selalu ada mengiringi hari-hari. Seperti roda yang terus berputar, lama-lama akan aus juga. Tapi ia harus terus berputar, sebab jika akhirnya berhenti selamanya justeru akan karatan. Berputar adalah tanda bahwa ia masih berdaya guna, jika aus atau ban pecah, tinggal ganti saja, maintenance akan memperpanjang usia penggunaannya, ketimbang membiarkannya berhenti dan masuk gudang. Hm... kira-kira kurang lebih demikian permisalan kehidupan dan rutinitas di dalamnya. Lelah memang menjalaninya, tapi berhenti berbuat dan menyerah di tengah jalan akan menjadikan kita seolah mati. Minimal menjadi sia-sia, tak berguna, manusia karatan.
Apa kabarmu hati...? Telah lama aku tak mengajakmu bicara. Hm..., sepertinya banyak yang berubah. Ada yang hilang, juga bertambah. Mungkin sedang berproses menjadi lebih baik, kadang-kadang melangit, kadang-kadang terjun bebas, atau diam di tempat dengan malas.... Bagai gumpalan tanah yang dihempas-hempas, suatu waktu mengeras, suatu waktu terburai bagai remah yang hilang bentuknya, lalu menyatu..., dicetak menjadi wujud yang baru. Ah, bagaimanapun... aku selalu merasa ada yang pelan-pelan hilang.
flickrdotcom |
Bersih banget..., batinku, setiap kali melewati kelas 2 Putra ketika hendak dan setelah mengajar di kelas lain. Kelas bersih dan rapi di jam-jam awal mungkin biasa, wajar, tapi kelas 2 Putra akan seperti sedia kala sekalipun usai jam makan.
"Muridnya diapain sih kak, kok bisa kelasnya bersih begitu. Mereka sendiri yang nyapu?" karena penasaran akupun bertanya pada kak Tari, wali kelasnya. Baru juga kelas 2, pikirku. Bahkan kelas 2 Putri masih rada berantakan kelasnya, hehe.
Apa yang membuat semua ini terasa berat...?
Mungkin hati yang baru belajar untuk kuat
Mungkin ragu yang belum terjawab
Mungkin cinta dunia yang masih mengakar
Cinta pada manusia yang masih mengular
Akhir yang indah itu
Ia yang kutuju
Kuseret-seret langkah, tertatih
Meski lelah, kadang lupa, nyaris putus asa
Tetap ia yang kutuju
Hampir hapus dari ingatanku tentang kisah-kisah pemilik jiwa agung yang menakjubkan. Berlalu banyak bilangan tahun kala kuakrabi lembaran-lembaran itu. Kisah yang berdebu dan tak banyak tersentuh, sedang kalimat-kalimatnya serupa kabar dari negeri antah berantah. Benarkah ada kisah serupa itu? Tanya anak manusia, yang terlahir ribuan tahun setelahnya, sebab tak pernah ia "baca" dalam nyata, di kehidupannya.
Hujan deras seolah melumat seluruh jejak siang yang terik tadi. Ponakan bermain bola di bawah guyuran air dari langit, bersama seorang kawan karibnya, di halaman yang lantas berlumpur. Ibu meneriakinya dengan sia-sia, mengingatkan bahwa ia bisa saja sakit dan ibu akan repot lagi, tapi rintik hujan lebih ribut, dan anak itu lebih asyik dengan bola ketimbang menyimak baik-baik kalimat sang nenek yang timbul-tenggelam di tengah hujan.
Masih hangat dalam ingatku kawan, kala itu, bergegas kita bangun di pagi yang dingin, membelah sunyi menyusuri jalan berumput yang masih basah oleh embun, membasuh tubuh kecil yang gigil dengan setimba air sumur atau limpahan sungai yang mengalir jernih.
Pagi selalu segar dan damai. Pada secangkir teh semangat itu dimulai, meski lain perkara..., jika kita sedikit abai mengerjakan PR atau tugas-tugas ekstrakurikuler dari guru yang kita hormati. Ah, tugas ekstrakurikuler, hanya aku yang menamainya begitu dan... ide itu baru kudapat kawan, bagaimana tidak, tugas yang kumaksud memang benar tak ada sangkut pautnya dengan kurikulum sekolah. Mengumpulkan seikat besar kayu bakar, kualitas terbaik bisa kita peroleh di tengah-tengah hutan, tak lupa melabelinya dengan sobekan kertas bertuliskan nama dan kelas. Mengingat ini rasanya kuingin meminta maaf pada ibu guru, kayu yang kutemukan kualitasnya rendah, hanya kayu lapuk yang kukumpulkan bersama seorang teman di pinggiran sungai.
Rindu mengembara mencari arah. Ah, tidak. Ia tahu arah yang ia tuju, hanya sedang mencari pertanda yang menuntun langkahnya. Agar tak sesat, sebab jalan kian sepi. Hanya tapak-tapak jejak, ditinggalkan kebanyakan pejalan. Mereka, memilih jalan yang ramai, lagi bising penuh suara, ditingkahi puja juga cela, ada banyak dusta. Ia tak suka, hati yang tak suka.