Akhirnya berada di titik ini. Nyaris
tanpa sadar. Setelah kutinggalkan semua usahaku yang keras untuk bisa sampai di
sini. Meski bukan titik yang sempurna. Lagipula, tak akan pernah sempurna,
segala yang masih berada di lingkup dunia. Dan kata sebagian ahli hikmah, hakikat
kesempurnaan dunia ada pada ketidaksempurnaannya.
Bukan tentang sesuatu yang luar
biasa. Bahkan kebanyakan orang menganggapnya hal sepele. Menjadi diri sendiri
dimana pun berada, melebur bersama yang lain tanpa dihantui perasaan tertekan,
tak lagi terlalu memilah-milih kepada siapa bersikap apa adanya (???).
Benang kusut itu mulai terurai.
Setelah melewati rentetan kebingungan, tentang siapa dan bagaimana sebenarnya
diri ini…apa yang harus kulakukan…bagaimana sebaiknya bersikap…bagaimana
menghilangkan kekhawatiran yang tak jelas ujung pangkalnya…bagaimana seharunya
aku agar bisa diterima…?
Awalnya, seperti katak dalam
tempurung. Segala sesuatu di luarku seringkali kuanggap sebagai ancaman. Berada
di balik tempurung membuatku merasa lebih aman, meski gerakku terbatas dan tak bebas.
Maka aku lebih banyak memilih mendiami zona nyaman, melindingi perasaan yang
masih lemah dan rentan.
2014. Ya, baru di tahun ini
kutemukan cetak biru diriku. Setelah dua puluhan tahun lebih, aku baru menemukan
diriku yang sebenarnya, tepatnya baru meyakini bahwa memang inilah aku. Ternyata,
tak seideal diri ideal yang
menghantui benakku. Tapi itu tak membuatku berhenti hanya sampai pada diri yang apa adanya ini. Tetap masih
ada pe-er untuk mencapai diri ideal,
meski _lagi-lagi_ tak mungkin sempurna. Bukankah untuk mencapai hasil terbaik
kelak (baca: tingkatan surga), kita harus berproses menjadi yang terbaik juga
di dunia ini…?!
(to be continued)