Gratitude Never Ending

By Ummu Thufail - September 26, 2015




Barangkali, yang membuat hidup ini seringkali terasa sempit dan sesak adalah karena kita lebih menitikberatkan titik pandang di satu sisi. Kegagalan, kesulitan, keinginan yang belum tercapai. Segala yang berada dalam dimensi yang tak menyenangkan. Gelap dan menyesakkan, anehnya kita lebih sering menatap ke sana, bahkan mendiaminya. Lalu terbiasa berkutat dengannya, sesekali menyumpahinya.

Hidup ini sudah cukup menyibukkan, dan semakin tak bersahabat dengan hujan penyesalan, makian dan ratapan. Mungkin selama ini kita lebih banyak menuntut, dan lupa pada kewajiban. Lupa untuk bersyukur.

Apa yang patut disyukuri, sementara begitu banyak asa yang tak kunjung tergapai, kegagalan tak bisa dihitung lagi...? Ah, bahkan menulis dan membaca tulisan ini pun satu anugerah yang patut disyukuri. Banyak selain kita, yang tak bisa melihat aksara atau sekadar titik cahaya, sejak awal mengenal dunia. Itu mungkin sudah cukup untuk membungkam lisan-lisan pengeluh. 

Kehidupan ini saja, nikmat hidup dan kesempatan untuk bertumbuh, mengenal dunia dengan segala dinamikanya, mengenal rasa dengan segala romantikanya, adalah anugerah yang besarnya tak terkata. Sayangnya, saking besarnya, dan karena hampir seluruh manusia merasakannya, jarang yang menilainya sebagai anugerah lalu merasa tak perlu lagi untuk bersyukur atasnya. 
Kehidupan ini bingkainya, bingkai bagi seluruh anugerah yang ada di dalamnya. Apa sajakah? Boleh jadi berbeda bagi masing-masing kita, sangat berbeda. Intinya, apakah kita mengingat atau merasa layak untuk bersyukur?

Hm..., begitupun diri ini ya Rabb, yang sering lupa untuk bersyukur. Maka di sini akan kucatat beberapa hal yang layak untuk kusyukuri, dan mungkin lebih sering terlupa sebelum ini.

Pertama, aku bersyukur karena lahir dengan normal dan jasad yang lengkap. Bukankah banyak yang lahir caesar, raganya tak utuh, bahkan ada yang kembar siam...?

Alhamdulillah, karena aku lahir dari keluarga baik-baik, sebagai anak yang sah. Bukankah banyak yang lahir di luar nikah, karenanya bahkan ada yang tak sempat mencicip dunia, dipenggal di alam rahim oleh ibunya sendiri atau mati terbuang di jalanan dan selokan...?

Alhamdulillah, aku pun bisa mengecap bangku sekolah, full service hingga usai kuliah, tak perlu bingung mencari biaya. Bukankah banyak yang tak lanjut setelah SMA, bahkan putus sekolah, bahkan tak mengenal bangku sekolah. Alhamdulillah pula, prestasiku pun tak pernah jongkok semasa sekolah, meski belum maksimal di beberapa sisi. Bukankah banyak yang kesulitan dalam belajar, tak jarang harus menyontek saat ujian atau sekadar mengerjakan tugas...?

Alhamdulillah, Allah berkenan menunjukkan jalan-jalan hidayah, hingga bisa menyelami Islam lebih jauh, lalu kutemukan bahwa ia bukan sekadar agama yang sekilas terlihat memberatkan dengan banyaknya aturan, bahkan ia memberikan kedamaian, menenangkan seluruh kegelisahan setiap kali menggalinya lebih dalam. Ah, nikmat apalagi yang lebih besar dari ini....?!

Alhamdulillah, karena aku hidup di negeri yang damai. Sekalipun banyak perbedaan dan tak jarang muncul perselisihan, alhamdulillah kebanyakannya terjadi di dunia maya, tak sampai menyulut perang di seantero nusantara. Di sini keadaan masih terkendali. Bukankah hari ini begitu banyak gelombang pengungsi dari negara-negara konflik. Mereka berjuang mempertahankan hidupnya meski harus mengembara dan terlantar di tempat-tempat asing. Meninggalkan tanah kelahiran yang tak lagi menyisakan rasa aman. Banyak yang akhirnya mati di tengah perjalanan, tak terhitung yang terusir dan menggelandang.

Alhamdulillah, karena aku tak pernah pusing untuk makan. Tak perlu sampai memutar otak dan membanting tulang demi sesuap nasi hari ini. Sekalipun bukan termasuk orang berkecukupan dan sering paceklik di akhir bulan, alhamdulillah selalu ada yang bisa dimakan. Bukankah tak sedikit orang yang sering kelaparan? Kerap berutang demi makan sehari semalam, bahkan memunguti butiran beras yang berceceran tak dipedulikan, atau menanak kerak nasi yang banyak dibuang. Dan masih bisa didengarkan, berita tentang orang yang mati karena kelaparan.

Alhamdulillah, meski banyak keinginan yang tak tersampaikan, aku bersyukur atas kesempatan hidup yang Ia berikan hingga detik ini. Setidaknya masih ada waktu, untuk menambah satu kebaikan, memohon ampun atas satu kesalahan. 

Alhamdulillah..., dan daftar untuk ini masih panjang.

****

"Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya."
(QS. Ibrahim: 34)

"Dan, pada dirimu sendiri. Maka, apakah kamu tidak memperhatikan?"
(QS. Adz-Dzariyat: 21)

"Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?" (QS.Ar-Rahman: 13)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar