Hujan, Senja, Kota, Desa.

By Ummu Thufail - Desember 30, 2015







Speaker masjid (bukan, tapi suara yang keluar dari speaker....) meningkahi senja yang gerimis. Tanah-tanah basah, dilimpahi hujan yang bersusulan beberapa hari ini. Senja lebih cepat gelap dan dingin dibuatnya. Angin lembut bertiup-tiup, entah penjuru mana yang ia tuju, dedaunan meliuk-liuk tak menentu.
Hujan telah reda, sesekali gerimis berubah rintik yang menderas, memelan, gerimis.... Suara-suara yang simpang-siur dari speaker beberapa masjid tadi kini berganti gelombang kumandang adzan. Satu persatu memulai, satu persatu usai. Barangkali ada yang bingung karenanya, mana yang cepat, mana yang lambat, siapa pula yang tepat pada waktunya. Sebagian bergegas kala mendengar adzan pertama, ada yang memilih adzan terdekat atau terakhir, selebihnya tak ambil pusing karena memang tak hendak mendirikan shalat, wal'iyadzubillah....

Senja yang gerimis. Hujan benar-benar reda. Tinggal angin sepoi yang menyahuti malam.
.... 

Ini malam berikutnya, tak ada hujan kali ini, karena ia buru-buru usai siang tadi. Hanya saja lebih deras dari hari kemarin, air menggenangi tanah-tanah rendah di halaman rumah. Jemuran yang tak sempat diangkat sebelum pergi, telah kuyup saat kembali. 

Malam menyimpan sisa dingin hujan. Jangkrik-jangkrik di luar sana bersahutan meningkahi sunyi. Mungkin ia kedinginan atau bosan mendiami sawah di seberang jalan. Nun di sana, desa yang terkubur di antara lembah dan pegunungan, sebuah rumah panggung tua, kian lapuk dimakan usia, ditinggal pergi kehidupan lama.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar