Sisi Lain Sakit

By Ummu Thufail - September 27, 2014


Seseorang mengaduh dengan suara keras, hampir sepanjang hari selama dua hari terakhir ini. Entah di kamar mana. Sepertinya ia pasien di lantai 2, karena perawat di lantai 1 juga tak pernah menemukan asal suara tersebut. 

Selain prihatin, aku sangat heran kenapa ia terdengar sangat kesakitan? Apakah dokter tak memberinya dosis obat anti nyeri yang tepat? Kenapa tak dipasangi saja suntikan besar berisi cairan anti nyeri yang katanya punya dosis tertinggi, seperti yang pernah diberikan oleh dokter anestesi pada ibu seusai operasi? Ataukah obat tak lagi mempan untuk mengatasi rasa sakitnya?

Sudah hampir sebulan kami di rumah sakit. Menemani ibu dari menjelang hingga selesai operasi. Kini menunggu rencana tindakan dokter berikutnya. Dokter memberitahukan bahwa ibu akan di kemo beberapa kali lagi. Aku sendiri, ah mungkin kami semua, tak menyangka, bahwa keluhan sakit perut ibu atau saat mengalami susah BAB ternyata berujung pada diagnosa kanker. Aku baru mendengar jenis kanker ini, kanker rektum. Tapi mungkin karena seringnya mendengar kasus kanker, aku justru tidak begitu kaget apalagi syok. 

Orang itu, yang kuduga adalah sosok pria dewasa atau paruh baya, kembali melolong kesakitan. Hm...tentang sakit, aku punya kesan-kesan sendiri. Sakit mengesankan? Bukannya menyakitkan...? Hehe.

Kesan pertama tentang sakit (lho?), saat pertama kali mengalaminya sewaktu masih kecil, ya...memang tidak menyenangkan. Tapi lalu berubah menjadi kondisi yang nyaman bagiku saat ibu menumpahkan seluruh perhatiannya padaku. Saat sakit, ibu selalu berusaha memenuhi seluruh kebutuhanku atau sekedar permintaanku. Salah satu yang paling mengesankan bagiku disaat seperti itu adalah, untuk pertama kalinya aku memakan buah delima karena permintaanku sebagai si sakit (aku ragu sepupuku akan memberikan buah dari satu-satunya pohon delima yang ia punya itu, jika aku tidak sedang sakit). Atau di saat aku tertidur di ruang guru kala pesantren kilat. Aku terbangun lalu memandang kedua teman kelasku dengan perasaan bingung. Rupanya ibu mengira aku sakit dan menyuruh kedua temanku itu menjagaku. Liciknya, aku menikmati kesempatan itu tanpa rasa bersalah. Kuteruskan tidurku agar sekalian bisa beristirahat dari rutinitas peskil yang membosankan, hehe.

Mengingat kembali rumus S-R (stimulus-response) sewaktu dibangku kuliah. Sederhananya, ketika suatu stimulus diberikan akan menghasilkan sebuah respon. Bla...bla...(entar, mau remedial dulu, ah ternyata sudah lupa-lupa lupa ingat). Mmm..intinya begini, ketika sebuah perilaku atau respon itu mendapat reward, ia akan menjadi kuat (menetap atau menjadi kebiasaan). Dalam contoh kasus (aku-_-) ini misalnya, jika kondisi sakit itu mengundang perhatian de es je yang akhirnya membuatku merasa nyaman (berfungsi jadi reward/ positive reinforcement), maka kemungkinan besar saya akan senang jika kembali sakit (nah lho!). 

(sorry...? to be fin)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar