Hanyut

By Ummu Thufail - September 27, 2014


Aku terpasung disini. Menekuri layar segiempat putih. Terpaku mengeja kata yang kubaca dan akan kutuliskan padanya. 

Aliran mataku terbetot menyusuri barisan kalimat. Mereka-reka diksi yang tepat. Lalu menemukan rumus baru, bahwa memaksa menulis dengan logika kata yang memesona (ahh...rasanya masih lebih nyaman dengan ejaan mempesona, yg ternyata menyalahi EYD), hanya akan menghilangkan ruh sebuah tulisan. Kadang-kadang terkesan dipaksakan. Dan lagi-lagi, hanya yang mengalir dari hatilah...yang akan menyentuh hati lainnya. Dan sepertinya, tulisan di blog ini masih merangkum kedua-duanya, ahaha.

Jika dulu aku mengidap kegilaan membaca_yang jika melakoninya seolah jiwaku larut di alam bacaan , sesaat terpisah dari kenyataan_ bergeser sedikit, kini aku dihinggapi kegilaan menulis. Mmm...mungkin sebetulnya belum sampai pada tahap itu, baru nyaris. Seolah di kepalaku dipenuhi berbagai kata dan rasa yang berdesakan dan ingin tumpah di atas kertas layar. Belum selesai mengeksekusi satu bahan, ide yang lain turut bermunculan. Kadang-kadang kewalahan sendiri hingga berujung pada tulisan yang hampir seluruhnya berakhir dengan... to be fin (pfh..entah kapan kelanjutannya).

Hanyut. Itu yang tengah kurasakan. Ketika kamu tengah melakoni aktivitas yang menyenangkan, yang membuatmu seolah lupa diri bahkan nyaris tak punya batasan untuk menghentikannya. Seseorang yang pada sebuah laman (yang lagi-lagi aku lupa judulnya, bahkan apakah itu laman atau sebetulnya tulisan cetak -_-) mengistilahkannya sebagai kondisi "keterhanyutan". Istilah yang aneh, nah...aku jadi ngeh kalau itu tulisan terjemahan. 
***
Mungkin aku harus berterima kasih pada sunyi yang dulu selalu menemani, juga pada sebagian kesedihan yang pernah mendiami sudut-sudut hati ini. Yang mengantarku menemukan kata sebagai pengikatnya, sekaligus penerjemahnya. Aish...

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar