Terpekur. Menatap lantai tegel
seusai shalat Isya. Pink-putih. Abstrak. Mungkin temanya awan. Kesimpulannya,
norak.
Ada yang mengiris sudut hatiku.
Bukan corak lantai tegel pink-putih itu (modus: masih rada alergi warna pink).
Ingatanku menyambar momen pulang kampung 2 bulan lalu. Saat aku menekuri lantai
tegel kamar ibu yang baru, dengan perasaan syok.
“Saat kamu bilang warna putih
susu atau krem, saya segera ke toko bangunan dan meralat pesanan. Padahal
ayahmu sudah pesan warna putih. Terpaksa saya nombok lagi seratus ribu.”
“Mmm…maksudnya, yang polos gitu
bu.”
“Iya sudah saya cari tapi gak
ada yang polos, hanya ada krem itu.”
Sepertinya ibu belum menyadari kegalauanku.
Aku berusaha melawan, hanya bisa dengan wajah datar. Tapi, dalam hati aku
sangat menyesalkan corak tegel pilihan ibu. Kalau begini jadinya, ya lebih baik
putih polos. Ini…lagi-lagi tema abstrak, nyaris bling-bling pula, krem dan sedikit garis-garis emas.
(to be cont.)
0 komentar