Meski tak sepertimu

By Ummu Thufail - Maret 24, 2014



Masih kuingat, saat badanmu masih bugar, energi masih memancar di wajahmu yang segar. Juga diriku yang lebih suka berlindung di balik punggungmu. Tak pernah kudengar keluhanmu, justru aku yang banyak mengeluh dan mengadu padamu. Dan kau selalu mendengar, menuruti hampir semua mauku.

Kala itu, pandanganmu adalah kacamataku. Segala petuahmu begitu membekas di benakku, untungnya kau selalu mengajariku yang baik-baik. Setidaknya kau berusaha begitu. Lebih dari itu, suaramulah nyanyian yang paling merdu bagiku. Menenangkan. Tak melihatmu beberapa hari saja, selalu ada rasa kehilangan yang besar.

Ah, ungkapan kataku sepertinya begitu buruk. Tak sempurna menjelaskan tentangmu. Tentang berharganya dirimu bagiku. Tak peduli, sekalipun caramu tak seideal teori, sekalipun banyak kesalahan yang kau lakukan di masa laluku, menurut para ahli. Bagiku kau tak benar-benar salah. Tak pernah kau sengaja untuk salah. Kau hanya mengikuti apa yang menurutmu benar, dan yang kau ingikan pun adalah yang benar. Hanya, tak semua kebenaran merasuki pengetahuanmu.

Ibu...
Kini wajahmu mulai layu, tubuhmu pun semakin ringkih. Rasanya kuingin memutar waktu dan menahannya di masa-masa itu. Saat senyummu masih cerah, saat ayun langkahmu masih tegap. 

Kini aku tak lagi berani banyak mengeluh padamu, takut membebani pikiranmu. Kulihat dirimu tak sekuat dulu. Kini kaulah yang banyak mengeluh padaku, usia yang menyesap tenagamu, penyakit tua yang mulai mengakrabimu, hingga masalah sepatumu yang tak pas ukurannya. Mulai bertukarkah posisi kita ibu? Padahal, masih ingin kulihat dirimu seperti diri kecilku memandangmu penuh butuh.

Kenangan itu, saat diriku dalam pangkuanmu, pelukanmu. Saat diriku dilimpahi kasih sayangmu, merdu kidung pengantar tidurmu. Menjadi alasan bagiku, untuk tak menyia-nyiakanmu. Meski tak semelimpah kasihmu.




  • Share:

You Might Also Like

0 komentar