Little About Tawakkal

By Ummu Thufail - Agustus 14, 2015



(Beberapa bulan yang lalu...)

Jadi, setelah sadar jika ada yang salah, aku lalu berusaha menenangkan diri agar bisa berpikir jernih. Ya Rabb..., aku juga kena? Akhirnya aku kena juga...?!
Rasanya masih sulit percaya, mmm.... tepatnya, masih tak ingin percaya. Tapi, sekalipun aku memejamkan mata, atau memelototi dengan seksama layar segiempat itu lagi, kenyataan tak akan berubah. Ya sudah, reviu materi iman lagi, tentang iman kepada takdir, pasnya... iman pada takdir buruk. Tema-tema seputar sabar, lapang dada, ikhlas menerima seluruh keputusan-Nya, berharap pahala dan ganti yang lebih baik dari musibah yang menimpa, peringatan bahwa musibah apapun masih terhitung ringan selama tidak menyangkut agama..., melingkar di benakku, silih berganti memberi petuah, saling sikut dengan perasaan syok luar biasa, lemas dan kecewa.


Think fresh do the best. Pikiranku ingin bergegas untuk move-on, meski secara jiwa dan raga masih tertatih mengumpulkan kekuatan yang tadinya terpecah. Baik, pertama harus ngapain dulu? Tahap pertama, penyelidikan. Kumpulkan data dan fakta, informasi sebanyak-banyaknya dari mana saja, maksudnya dari web atau laman mana saja. Pertama (ehm, ini pertama yang kedua), cek dan telusuri dengan detil akun tersangka, mungkin ada sedikit petunjuk yang bisa digali dari sana. Lihat komen-komennya, akun-akun yang ngasih komentar maksudnya. 

Semua terlihat sempurna. Sekilas pandang. Tapi jika lebih jeli...., taraa...! Akun tersangka minim informasi, profilnya cuma pasang gambar tanpa status jelas, hey bu, kenapa baru nyadar...?!

Akun para komentator di status-statusnya? Selidik punya selidik, ternyata sama-sama ompong. Tak ada akses menuju ruang informasi yang lebih lebar. Hanya PP yang bergonta-ganti, dan status-status irit. Percuma di-add, tak bakalan di-konfirm, toh ternyata itu akun pada di-hack. Tersangka membajak PP atau akun yang seolah-olah ngasih komen bagus atas jualannya. Baru ngeh setelah lanjut gugling dengan tema "penipuan".

Ya Rabb, mataku seperti baru terbuka, ternyata eyang google pun sudah akrab dengan tema ini. Sempat makin syok saat di salah satu laman pengaduan ada yang komentar kurang lebih begini,

" Kok nggak gugling sebelumnya sih, orang itu kan sudah banyak dilaporin di gugel." Celoteh salah satu netizen pada seorang korban dari penipu lainnya dengan kasus berbeda. Kasihan, si korban mungkin makin galau mendapat komentar menohok macam itu.

Dan, iseng aku mengikuti salah satu tips netizen untuk mengetahui nama dan nomor yang mungkin digunakan dalam praktek penipuan. Idealnya, sebelum memutuskan bertransaksi alias belanja online, cek dulu nama dan atau nomornya, masukkan ke kolom pencarian google, tambah kata 'penipu' atau 'penipuan' di belakangnya, kali aja eeyang google sudah punya data tentangnya.

Lalu, taraaa...! Aku dapat kejutan lagi, tak banyak, hanya satu, tapi cukup untuk membuatku terhenyak dengan mata terbelalak..., kutemukan dia, di web pengaduan cyber crime milik pak polisi. Seorang gadis manis memasang pengumuman, nomor handphone dan rekening pelaku penipuan. Sama. Modusnya juga, sama! Jualan gadget dengan harga menggoda.

Sudah. Aku tak lagi punya cadangan tenaga untuk bermain dengan galauria yang akan membuat segalanya semakin kacau-balau. Tapi tetap saja, seolah ada yang terus menerorku beberapa saat. Ia berdengung, terngiang-ngiang di benakku.

"Hai.... kemana aja? Apa kata dunia...? Kenapa bisa sampai tertipu begitu rupa? Kok bisaaa, tergoda lalu tertipu mentah-mentah? Gak nyadar-nyadar ya waktu itu...?! Kesadarannya lagi kemana...?!"

Plakk...!

Itu suara tamparan untuk bisikan-bisikan menyesatkan dan hendak memperkeruh suasana hati yang sedang menata kedamaian. Jahat. Pfhfh... abaikan.

Baiklah di-skip dulu kronologis penyelidikan dan pengumpulan barang buktinya. Seorang blogger korban penipuan (hura... serasa ada teman senasib, deritanya terasa rame-rame, eh), dengan baik hati dan mau susah payah membagikan step by step pengumpulan sampai prosedur pengajuan berkas laporan tindak penipuan ke pihak polisi dan bank. Singkatnya, kurampungkanlah semampunya seluruh berkas yang diperlukan. Meski, dari pengakuan banyak pihak yang kutemukan, akhirnya kebanyakan tidak jelas. Hanya satu-dua yang bisa "balik modal", selebihnya ada yang ribet di bank-nyalaha, ada yang ruwet di kantor polisi-nyalah. Tapi komentar cukup bijak datang dari seorang korban yang juga belum sukses cukup membuat semangatku makin tersulut,

"Sekalipun gak jelas hasilnya dan ribet urusannya, yang penting kita sudah usaha, kan gak tahu juga apa hasilnya kalo belum ngapa-ngapain," kira-kira demikian pungkasnya. Salut. Masih bisa think fresh do the best di situasi penuh galau begitu. Mukmin sejati juga kan mestinya demikian. (#edisihiburdiritiadahenti).

Jadi, inilah yang kulakukan selanjutnya. Ngeprint data-data, ngetik form aduan, ngeprint, fotokopi, beli materai, minta sedikit lem buat tempel materai sama tukang fotokopi, beli pulpen, minta hekter lagi..., semua kejar tayang, berburu dengan durasi tenggat pengaduan sejak tanggal kejadian yang tercantum, sedikit terpangkas gara-gara kemarin masih bergalauria. Nah.

Next? Kantor polisi terdekat jadi tujuan. Semua harus kelar sore ini, yang berurusan dengan pak polisi. Tekad sudah bulat saat melangkah keluar rumah. Telah kurapal doa pamungkas. Bismillahittawakkaltu 'alallahi laa hawla walaa quwwata illa billah.... 

Apapun yang terjadi berikutnya, prosesnya, hasilnya, kuserahkan semua padaMu ya Rabb..., kusandarkan punggungku yang lemah padaMu. Aku bahkan belum pernah ke kantor macam kepolisian ini seorang diri hingga detik ini. Biasanya aku butuh dan akan berburu partner yang bisa menemani. Mungkin juga aku akan tega sedikit memaksa agar teman mengiyakan. Tapi lihatlah hari ini, aku hanya mengandalkanmu Rabb-ku. Aku yakin, jika aku percaya sepenuhnya padaMu, bulat-bulat, Engkau akan memenuhi janjiMu, bahwa orang yang bertawakkal padaMu akan Engkau penuhi keperluannya. Hari ini, aku tak akan meminta dan memelas bantuan siapa-siapa selainMu, maka tolonglah hambaMu yang bodoh dan lemah ini ya Rabb.... (edisi syahdu, hiks).

OK. Tibalah diri ini di depan kantor polisi, sedikit kebingungan mau parkir dimana karena gagap lokasi. Maklum, baru kali ini aku menyempatkan diri singgah di kantor yang kulewati saban hari. Ternyata parkir motornya agak ke dalam. Kutepikan kendaraan. Halaman kantor sepi. Kubulatkan keberanian. Kuhampiri dua pak polisi yang lagi jaga.

"Ada apa dik, mau ngapain...?"

Serasa ingin ngelus dada, nih pak polisi mungkin selalu pasang *antena curiga-mode-on. Belum apa-apa seolah ingin buru-buru menginterogasi. Lalu kusampaikanlah maksudku, tak gentar dengan tatapan yang mungkin keheranan, tapi sedikit terganggu dengan pandangan beberapa napi yang tiba-tiba mendekati jeruji di belakang pak polisi. Mungkin sama heran dan ingin tahunya dengan si petugas, siapa nih datang seorang diri, pake cadar lagi. Mau laporin orang atau laporin diri sendiri.?Kali aja teroris yang mau serahkan diri. Huss! kali ini kugertak bisikan hatiku yang ngawur sendiri.

Si bapak polisi pun menunjukkan ke mana aku harus melangkah, eh mengadu maksudnya. Berikutnya, aku baru sadar, boleh sih semangat 45, berani sih berani, tapi gak pasang badan seorang diri juga kali.... (continued...) 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar