Pasir Asa Sang Wanita

By Ummu Thufail - April 28, 2015



Hari itu, aku dan beberapa teman dan sebagian warga desa, mengangkut pasir dari sungai yang jaraknya ratusan meter. Ada warga yang sedang membangun rumah. Seperti umumnya warga lain, mereka akan mengupah siapapun yang mau mengangkut pasir dari sungai. Di desa kami, pasir melimpah di bantaran sungai. Tinggal membawa wadah seperti ember, mengeruk pasir di tepian atau jika perlu menyelam sambil menggaruk pasir di dasar sungai. Tak perlu khawatir bakal tenggelam, anak-anak desa bahkan yang lebih kecil dariku biasanya pandai berenang, kecuali aku :( Kabar baiknya, aku justru lebih bisa menyelam daripada berenang. Tapi sungai yang kami tuju pun rata-rata masih dangkal, jadi cukup aman.


Tua-muda beramai-ramai, didominasi kaum wanita, bolak-balik mengangkut pasir dari sungai ke tempat tuan rumah. Aku hanya sanggup mengangkat beban dalam ember kecil. Tapi hasilnya lumayan untuk jajan. Bersama beberapa teman SD, kami bersaing mencari peruntungan. Meski tak pernah diharuskan bekerja keras bahkan tak perlu bekerja untuk sekadar uang jajan, aku senang melakukannya. Bekerja sambil bermain. Aku selalu menyukai perairan seperti sungai, membenamkan badan ke dalam genangan air, tenggelam dalam bongkahan pasir, semuanya menjadi pengalaman seru. Sayangnya, aku tetap tak pandai berenang.

Hari itu, ada pemandangan tak biasa bagiku. Seorang wanita, ibu muda, turut dalam rombongan pengangkut pasir. Tak biasa karena ia bukan penduduk asli di sini. Dari seorang teman, aku baru tahu jika dia berasal dari kota. Kisah selanjutnya membuatku tak habis pikir. Dia menikah dengan seorang pemuda desa kami yang kebetulan pernah bekerja di kota. Telah dikaruniai seorang anak yang lucu dan tampan, yang dibawanya serta ke desa baru-baru ini. Rupanya kedatangannya untuk menyusul sang suami. Sayang, suaminya mengabaikan dia dan anaknya. Hingga, demi jajan si anak, ibu muda yang tampaknya tak biasa kerja kasar ini, rela turut serta menjadi kuli pengangkut pasir musiman. Kasihan, aku sendiri tak tega menyaksikannya. Meski dia tak pernah terdengar mengeluh bahkan seringkali melempar senyum ramah kala bekerja.

Aku tak mengerti mengapa suaminya tak peduli. Semakin tak bisa mengerti mengapa sang suami selingkuh dengan wanita lain. Lelaki yang hilang akal itu konon jatuh cinta dengan gadis desa, yang tak lebih cantik dari isterinya sendiri. Entah sebesar apa jiwa wanita ini, yang tak lantas pergi meski ditampik dan dikhianati. Itu pun tak bisa kupahami. 

Mungkin si ibu muda itu berhujan iba, tapi tak kunjung mendapat cinta yang lebih ia damba. Belum. Entah kini, semoga keadaannya lebih baik, memperoleh yang terbaik.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar