flickrdotkom |
Namanya Faishal. Awalnya, nama anak inilah yang paling terakhir tercatat dengan baik di ingatan jangka panjangku, padahal wajah dengan senyum manisnya yang meluluhkan hati itu, seringkali menyingkirkan wajah-wajah teman sekelasnya yang lain, masyaa Allah. Matanya menyipit, pupil matanya mengecil, lalu terbitlah senyuman paling bebas di kelas itu, yang kutafsirkan sebagai senyum paling tulus dan lepas. Rambutnya ikal, potongan cepak, perawakannya seperti kebanyakan anak seusianya.
"Ustadzah..., kalo capek menulis..., istirahat dulu..., tangan diginiin dulu (menggerak-gerakkan jari-jari tangannya)...? Nanti kalo nda capek lagi, menulis lagi...?!" Suaranya terdengar renyah dan manja di telingaku, selalu berhasil membuatku menoleh dan memperhatikan baik-baik ucapannya, lalu kujawab pertanyaannya yang lebih mirip penjelasan itu dengan senyuman dan anggukan. Dia akan mengatakan hal yang sama pada teman-teman di dekatnya, terlebih jika mendengar seorang siswa mengeluh atau menolak menulis.