Alhamdulillah bini’matihi tathimmushshaalihat. Alhamdulillah karena tivi rumah sudah menangkap
dengan baik siaran dari saluran sunnah, Rodja TV. Ini juga termasuk diantara
nikmatNya yang besar, karena memudahkan para penuntut ilmu dan masyarakat umum
untuk mendapatkan tambahan pengetahuan keislaman dimana pun ‘tivinya’ berada.
Terutama bagi yang lagi pulkam dan
gak tahu jadwal kajian yang bisa diikuti, seperti saya saat ini. Siaran kajian
yang berganti dengan murottal diselingi movie pendek bertema tazkiyatunnafs
cukuplah untuk menunjang iman tetap stabil, asal tidak kecolongan pindah channel tak jelas saja, hehe.
Bagaimanapun, pengendalian diri harus dipasang lebih tinggi saat bersendirian.
Sepi dari mulazamah bersama orang-orang shaalih di dunia nyata memang cukup
berat bagi jiwa untuk bisa istiqomah. Tak ada yang memberi nasihat saat
melakukan kesalahan, atau memberikan semangat untuk tetap teguh menjalankan
keta’atan.
Kembali ke Rodja TV. Alhamdulillah
hari ini sempat menyimak beberapa kajian. Diantaranya tentang ungkapan hamdalah
dalam dua keadaan. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa
Rasulullah, jika mendapatkan hal yang menyenangkan beliau mengatakan, “Alhamdulillah bini’matihi tathimmushshaalihat
(Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya maka sempurnalah segala
sesuatu)”. Sebaliknya, jika menemui hal yang tidak menyenangkan beliau
mengucapkan, “Alhamdulillah alaa kuli
haal (Segala puji bagi Allah dalam semua keadaan)”.
Sang narasumber pun sempat
bercanda, bahwa jika ada orang paham/berilmu yang saat ditanya keadaannya lalu
menjawab, Alhamdulillah ala kulli haal,
berarti boleh jadi ia punya masalah di keluarganya.
Ungkapan ini disampaikan sang
ustadz saat membahas kedudukan ke empat seseorang dalam menghadapi musibah,
yakni bersyukur atas musibah (pertama marah, lalu sabar, selanjutnya ridha).
Inilah kedudukannya para Nabi, yang juga bisa ditiru oleh orang seperti kita.
Berganti tahun. Sempat sedikit
galau saat seorang teman menanyakan berapa usiaku sekarang. Tak terasa, bulan Mei nanti genap dua tujuh.
Tiga tahun lagi sudah kepala tiga dan itu berarti aku sudah tak muda. Ah,
sedikit lebay.
Telah
kutemui kebencian yang memuncak, kesedihan mendalam, kegelisahan
terus-menerus, kecemasan yang nyaris tak henti menghantui….
Telah kurasakan gelapnya keputusasaan, juga bara amarah yang tak ingin padam. Semua itu semakin menghimpit jiwa yang kian kerdil dengannya, menutup jalan-jalan yang bisa membebaskanku keluar darinya, hingga pada titik paling jenuh, titik nol yang tak berarti apa-apa lagi...yang tertinggal tak ubahnya jasad tanpa ruh.
Telah kurasakan gelapnya keputusasaan, juga bara amarah yang tak ingin padam. Semua itu semakin menghimpit jiwa yang kian kerdil dengannya, menutup jalan-jalan yang bisa membebaskanku keluar darinya, hingga pada titik paling jenuh, titik nol yang tak berarti apa-apa lagi...yang tertinggal tak ubahnya jasad tanpa ruh.