Thinking, Si Penganut Logika

By Ummu Thufail - Juni 26, 2017





Katanya aku tipe "Thinking", demikian hasil salah satu alat tes teman di suatu waktu. Aku melongo dan belum percaya, "Coba ulang deh Kak, kali aja salah..." dan tes itu diulang sekali lagi dengan hati-hati. Tetep, hasilnya thinking.  Oh... ye lah, bukan kata Upin Ipin, tapi gumamku dalam hati. Masih belum yakin sih, aku lebih ngerasa cenderung "Feeling" karena sesekali merasakan perasaan yang lebih mendalam dari orang kebanyakan, atau mungkin "Intuiting" yang lebih dekat ke passion-ku, punya banyak minat, pecandu kata dan anti mainstream plus cepat bosan (tapi sekalinya minat, akan didalami terus). Ya... sebenarnya sih, setiap orang punya semua potensi atau tipe kecerdasan tersebut, tapi ada yang paling dominan dalam dirinya, kebetulan hasil tes nya nunjukin aku dominan thinking. So ada apa dengan thinking?
Dari katanya saja bisa diterjemahin, berpikir. Yap, tipe thinking kebanyakan mikir rupanya. Apa-apa suka dinalar dulu. Bukan berarti tipe lain nggak mikir juga, tapi tipe thinking mungkin bisa dibilang kelewat betah mikirnya, hehe.

"Sri suka berpikir logis ya?"

Nah, disitu aku langsung mikir dalem-dalem dengan dimulai oleh satu pertanyaan, 'mikir apa saja ya aku selama ini?' oops Whuaaa malah baper.

Berpikir logis? Apa-apa dilogikakan? Ya, mari kita runut sejarahnya (baca=ku). Baiklah, sepertinya benang merahnya mulai terlihat diantara benang kusut yang tak terbaca. Sejak kecil aku punya dua julukan, si 'kutu buku' dan 'pendiam'. Kalo julukan si kutu buku itu aku terima dengan lapang dada karena nyatanya aku memang maniak buku yang tak pernah bosan dengan buku (fiksi dan dongeng kala itu hehe). Trus si pendiam, aku kadang kesal dalam hati, perasaan aku nggak pendiam-pendiam amat, cuma banyak berdialog dengan kepala sendiri. Di saat 'terlihat diam' itu sebenarnya aku lagi sibuk, entah mengamati, entah mikir sesuatu, entah mengingat-ingat, atau melabeli seseorang dan kejadian (diam-diam riuweh yak...).

Suka mengamati dan menghubung-hubungkan, ini bukan hobi tapi kebiasaan yang tak disengaja hehe. Disaat orang lain sepertinya tidak memikirkan atau melewatkan sesuatu yang terlihat biasa, aku sering menemukan hal-hal yang lalu dipikirin terlalu mendalam, duh mulai narsis. Aku juga suka bertanya-tanya sendiri tentang banyak hal. Waktu kecil misalnya, aku mulai berpikir tentang kehidupan, bagaimana seandainya aku tidak ada, apakah masih merasakan sesuatu? Atau... apa yang membuat seseorang menjadi akrab dengan orang lain? Apa yang membuat seseorang mudah diterima sebagai kawan? Suatu waktu ketika kutemukan salah satu jawaban dari pertanyaan kedua tadi, bahwa seseorang dan yang lain bisa mudah akrab disaat bermain bersama dan bercanda lepas... nyatanya aku enggan menempuh jalur itu agar mudah diterima teman, tetep dalam pikiranku seseorang akan terkenal dan terlihat bergengsi dengan kelebihannya yang tak dimiliki oleh orang lain, seperti... menjadi murid yang selalu rangking. Saklek banget gak tuh... 👀 🙈 (Anyway, bukannya anak kecil memang hobi mempertanyakan apapun ya...?!)

Yah, sepertinya ceritera ini akan jadi kepanjangan kalo membahas diri sendiri hehe. Maafkan. Tapi sedikit, aku sepertinya patut bersyukur jika benar, benar-benar dianugerahi tipe thinking ini masyaa Allah. Sebagai wanita yang perasa dan selalu ingin mendapat perhatian dan kasih sayang 😜😝 gimana coba kalo dia ditodong eh "ditembak" oleh seseorang? Ya, waktu itu di zaman antah berantah disaat belum tahu hukum pacaran sekalipun. Seseorang lewat seseorang menyampaikan 'aspirasinya' yang membuatku diam seribu bahasa. Diam karena -lagi-lagi- mikir panjang, apa konsekuensinya, strata dan sebagainya.... Setelah sampai pada kesimpulan, nggak jelas untungnya, kemungkinan banyak ruginya (paling nggak rela kelak dapet label 'mantan' 🙈), bla... bla... alhamdulillah nggak kejadian. Di lain waktu sempat pula ditembak langsung sama seseorang yang dikagumi, mati kutu lagi gegara merasa nggak pantas, inferiority complex with more questions behind the scene 🙇🙇🙇

Yeay, bertanya-bertanya, menalar, memikirkan konsekuensi, logis tidaknya sesuatu bisa sesekali menyelamatkanmu dari banyak hal yang meragukan, sekaligus menuntunmu pada kebenaran. Karena kebenaran tak pernah berseberangan dengan akal sehat. Eh....

#NarcissusModeOn

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar